Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. (Q.S : Al-Ma’aarij: [70] :19-20).
“Kemudian setelah kamu berdukacita,
Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi
segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh
diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah
seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang
sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?” Katakanlah:
“Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.” Mereka
menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan
kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak
campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh
(dikalahkan) di sini.” Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu,
niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar
(juga) ke tempat mereka terbunuh.” Dan Allah (berbuat demikian) untuk
menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada
dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (Ali Imran: [3]: 154).
Hampir tiap orang pernah merasakan cemas,
atau ada yang sering cemas, bahkan ada pula yang hidupnya diselimuti
kecemasan. Suasana jiwa semacam ini bisa saja dipengaruhi oleh ragam
masalah yang dihadapi atau dikhawatirkan menghadangnya, apakah masalah
rumah tangga, suami cemas dengan ulah istri, atau sebaliknya istri
resah dengan prilaku suami. Bisa juga kecemaskan dipicu kekhawatiran
orang tua terhadap prilaku atau masalah yang dihadapi anak-anaknya.
Mungkin juga kecemasan ditengarai tak sejalannya harapan orang tua
dengan ralitas aktivitas anak, dan lainnya.
Ada pula kecemasan yang dipicu oleh tekanan
ekonomi, hutang atau lilitan masalah yang tak kunjung usai atau
teratasi. Alhasil, setiap orang bisa saja berbeda dalam menyikapi
masalah dan kecemasan, dan hal itu terpulang dari tingkat keimanannya.
Semakin baik keimanan seseorang, tentu dia lebih tenang dan arif dalam
menghadapi setiap masalah dan kecemasan. Sebaliknya, rendahnya keimanan
bisa berdampak pada prilaku tak terpuji atau menyebabkan jiwa dan
raganya terpuruk bagi mereka yang dililit masalah atau kecemasan dari
persoalan sepele sekalipun.
Nyatanya kecemasan yang belebihan atau juga
disebut dengan anxietas dalam istilah psikologi atau kedokteran
konvensional berpotensi merusak kesehatan. Sebab anxietas/cemas itu
timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stress atau konflik.
Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri
sendiri, itu akan menimbulkan respons dari sistem saraf yang mengatur
pelepasan hormon tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, muncul
perangsangan pada organ-organ seperti lambung, pankreas, jantung,
pembuluh daerah maupun alat-alat gerak.
“Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh kesah
lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah.”
(Q.S : Al-Ma’aarij: [70] :19-20).
Ulama terkemuka Imam Hasan Al-Basri, ketika
ditanya oleh sahabatnya, mengapa dia selalu tampak begitu tenang dan
jauh dari kecemasan? Dia menjawab, bahwa dirinya tenang, antara lain
asbab: pertama; dia tidak pernah khawatir soal rizki karena rizkinya
sudah ditetapan Alah Ta’ala. Kedua; dia tenang karena yakin akan mati,
sehingga yang dia lakukan adalah mempersiapkan kematian itu sendiri.
Sementara itu Dr. Ahman Husain Ali Salim
mengungkapkan beberapa laporan statistik yang mengindikasikan bahwa
persentase terbesar dari orang-orang sakit yang biasa selalu bolak-balik
untuk cek rutin, sesungguhnya mereka secara mendasar mengadukan tentang
goncangan emosional yang timbul dari problematika psikologis. Dan yang
diperlukan oleh para penderita tersebut bukan terapi medis, namun
sebenarnya mereka memerlukan terapi psikologis.
“Sekarang yang terkenal di kalangan dokter
adalah bahwa nasihat yang baik untuk para penderita adalah membebaskan
diri dari rasa cemas. Al-Qur’an sudah mendahului ilmu kedokteran modern
dalam memberikan perhatian untuk mengarahkan manusia supaya mengontrol
dan menguasai emosi mereka,” ujar Ahmad Husain Ali Salim.
Untuk itu bagi mereka yang mudah cemas atau
mudah dirundung kecemasan segera berahati-hati, sebabab cemas sangat
efektif membuat gula darah mereka tancap gas atau melambung lantaran
terkurasnya cadangan energi organ tubuh, khususnya pankreas. Sehingga
organ yang dikenal sebagai pabrik insulin tubuh ini mengalami kelelahan,
yang pada gilirannya mengganggu produksi insulin. Dengan mogoknya
produksi insulin, ditribusi gula darah yang diubah menjadi energi
menjadi terganggu, akibatnya gula menumpuk dan masuk ke darah….
Untuk mengatasi kecemasan ini di antaranya melazimkan membaca doa sebelum tidur, sebagaimana Nabi Shallallahu A’laihi Wassallam pernah
mewasiatkan kepada seseorang, beliau bersabda: ‘Apabila kamu hendak
tidur, maka ucapkanlah; ‘ALLAHUMMA ASLAMTU NAFSI ILAIKA WAFAWADLTU AMRII
ILAIKA WA ALJA`TU ZHAHRI ILAIKA RAHBATAN WA RAGHBATAN ILAIKA LAA
MALJA`A WALAA MANJAA MINKA ILLA ILAIKA AMANTU BIKITAABIKA ALLADZII
ANZALTA WA BINABIYYIKA ALLADZII ARSALTA (”Ya Allah ya Tuhanku, aku
berserah diri kepada-Mu, aku serahkan urusanku kepada-Mu dan aku
berlindung kepada-Mu dalam keadaan harap dan cemas, karena tidak ada
tempat berlindung dan tempat yang aman dari adzab-Mu kecuali dengan
berlindung kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau
turunkan dan aku beriman kepada Nabi-Mu yang telah Engkau
utus”).”Apabila kamu meninggal (pada malam itu) maka kamu meninggal
dalam keadaan fitrah (suci).” (HR Imam Bukhari).
Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassallam
setiap kali beliau singgah pada suatu tempat, beliau banyak membaca:
‘ALLAHUMMA INNI A’UUDZUBIKA MINAL HAMMI WAL HAZANI WAL ‘AJZI WAL KASALI
WAL BUKHLI WAL JUBNI WA DLALA’ID DAINI WA ‘ALAIHI WA GHALABATIR RIJAALI
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan kesedihan, dari
kelemahan dan kemalasan, dari sifat bakhil dan penakut, dan dari
lilitan hutang dan penindasan).’ (HR Imam Bukhari).
Dalam riwayat lain Zubair bin ‘Adi
mengatakan, pernah kami mendatangi Anas bin Malik, kemudian kami
mengutarakan kepadanya keluh kesah kami tentang ulah para jamaah haji.
Maka dia menjawab; ‘Bersabarlah, sebab tidaklah kalian menjalani suatu
zaman, melainkan sesudahnya lebih buruk daripadanya, sampai kalian
menjumpai rabb kalian. Aku mendengar hadits ini dari Nabi kalian Shallallahu A’laihi Wassallam. (HR Imam Bukhari).
(TB/Berbagai Sumber).
Disarikan dari Tabloid Bekam Edisi III Cetak Ulang (Siapa Bilang Diabet Tak Bisa Sembuh?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar