Data tersebut diperkuat pernyataan dr. Rudy Sutadi.SpA, MARS, SPdI, dokter spesialis anak yang pertama kali mempopulerkan sistem Applied Behaviour Analysis (ABA) untuk terapi autisme di Indonesia. Berikut wawancara Tabloid Bekam dengan dr. Rudi:
Bagaimana mekanisme vaksin memicu terjadinya autis?
Autisme, pada dasarnya adalah kelainan yang faktor utamanya dipegaruhi oleh herediter (keturunan). Sedangkan pengaruh vaksin pada kasus autisme melalui dua jalan dan ini terlihat pengaruhnya pada pemberian vaksin MMR. Pertama, karena pengaruh zat pengawet thimerosal yang terdapat dalam vaksin MMR. Thimerosal sendiri berfungsi sebagai pencegah kontaminasi mikroorganisme asing dalam vaksin steril, seperti vaksin MMR, hepatitis B dan polio. Pengaruh thimerosal ini akan semakin memberikan efek toksik jika terdapat kandungan timah juga dalam vaksin. Efek toksik thimerosal sangat bermakna pada anak-anak yang dalam keluarga besarnya ada yang memiliki riwayat autisme, penyakit autoimun, gangguan jiwa, penyakit genetik, dan gangguan perkembangan lainnya. Semua bakat ini layaknya sebuah peluru dalam senapan genetis. Apabila peluru ini dipicu oleh thimerosal, maka terjadilah letusan autism pada anak. Berbeda jika bakat yang sudah ada kemudian tidak ada pemicunya, maka tak akan terjadi, atau ada pemicu dari thimerosal namun tidak ada peluru yang berisi bakat autisme secara genetik. Sementara jalur kedua terjadi oleh vaksin MMR yang non-thimerosal. Walau tidak mengandung thimerosal, namun pemberian vaksin MMR dapat memberikan efek gabungan pengerusakan sarung penutup saraf (Mielyn Basic Protein), sehingga terjadi mekanisme “korsleting” saraf yang menyebabkan bakat autisme akan keluar menjadi penyakit. Di samping itu kelainan autoimun lainnya, seperti asma, arthitis reumathoid, diabetes tipe I, dan gangguan pencernaan akan mungkin terjadi.
Sumber: Tabloid Bekam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar